|
|
Tiga tahun terakhir ini, sejak Komite Persiapan Penerapan Syariat Islam (KPPSI) mewacanakan ide penerapan syariat Islam di Sulawesi Selatan, telah menimbulkan pro kontra dari berbagai elemen masyarakat. Pada umumnya hampir semua kalangan Islam, baik secara kelembagaan maupun secara perorangan, setuju tentang wacana tersebut. Tetapi, mereka berbeda tentang bagaimana bentuk penerapannya? Syariat Islam mana yang akan diterapkan? Apakah secara kaffah (seluruh syariat Islam) ataukah secara tadrij (bertahap) dengan membuat skala prioritas? Demikian halnya, dengan pendekatan dan metode penerapannya; apakah dengan memakai pendekatan struktural atau kultural? Tak pelak lagi persoalan-persoalan tersebut membawa perdebatan hangat yang terkadang memancing emosi pendukung mereka masing-masing. Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menjadi masalah utama dalam tulisan ini. Untuk itu, penulis telah melakukan pengumpulan data, baik library research ataupun field research. Metode yang disebut terakhir dilakukan dengan langsung terjun kelapangan sejalan dengan posisi penulis sebagai anggota Tin Pengkajian Konsep Syariat Islam yang dibentuk oleh Bapak Gubernur Propinsi Sulawesi Selatan. Di antara yang paling krusial di kalangan umat Islam adalah masalah metode pendekatan. Sebagian menginginkan pendekatan struktural yang diwakili oleh KPPSI dan masyarakat muslim umumnya, dan sebagian yang lain menghendaki kultural yang diwakili kebanyakan cendekiawan dan birokrat. Pendekatan struktural atau top down di samping memiliki kelebihan juga kelemahan.Kelebihannya, pelaksanaan syariat Islam bisa berlangsung lebih ceoat, sedang kelemahannya syariat Islam menjadi formalistik, kaku, dan terkesan dipaksakan. Pendekatan kultural, yaitu pendekatan yang dimulai dari grass root atau juga disebut pendekatan bottom up. Pendekatan ini lebih memprioritaskan penyadaran setiap individu tentang pentingnya syariat Islam. Jika setiap individu sudah memahami, menghayati, dan mengamlkan syariat Islam, maka secara otomatis akan mempengaruhi setiap rumah tangga yang kemudian bagai snow ball akan menular ke dalam masyarakat. Sebagaimana halnya oenbdekatan pertama yang memiliki kelebihan dan kelemahan, maka demikian halnya pendekatan kultural, di samping memiliki kelebihan plus kelemahan. Kelebihannya, wajah Islam akan tampak lebih sejuk, damai, dan toleransi.Tetapi kelemahannya, penerapan Islam yang diinginkan akan memakan proses waktu yang lama.
Perbedaan tersebut kemudian berkembang kepada masalah-masalah lain seperti yang disinggung di atas. Setiap kelompok yang berbeda mempertahankan argumen masing-masing yang terkadang sulit dikompromikan. Di sinilah letak urgensi tulisan ini. |
Jointly organized by IIAS the Netherlands and The State Institute of Islamic Studies, Makassar